09 November 2010

ASFIKSIA NEONATARUM

A. PENGERTIAN ASFIKSISA
Asfiksia merupakan salah satu kelainan-kelainan pada bayi yang baru dilahirkan dengan ditandai susah bernafas. Para ahli-pun memberikan berbagai pendapat mengenani pengertian asfiksia neonatorum sendiri, diantaranya:
1. Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997: Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir.
2. Wiroatmodjo,1994: Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat.
3. Santoso NI, 1992: Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapnea serta sering berakhir dengan asidosis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Asfiksia sendiri dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Menurut gambaran secara klinis, asfiksia terbagi menjadi 2, yakni asfiksia livida (biru) dan asfiksia pallida (putih). Adapun yang membedakan diantara kedua asfiksia tersebut adalah sebagai berikut:
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna Kulit Pucat Kebiru-Biruan
Tonus Otot Sudah Kurang Masih Baik
Reaksi Rangsangan Negatif Positif
Bunyi Jantung Tak Teratur Masih Teratur
Prognosis Jelek Lebih Baik



B. PENYEBAB ASFIKSIA
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Ibu Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Placenta Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor Janin dan Neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.
4. Faktor Persalinan Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).

C. PATOGENESIS
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan CO 2 bertambah, timbullah rangsangan terhadap N. vagus (nervus vagus) sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini berlangsung terus, maka N. Vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsang N.simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat akhirnya irreguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
h. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

E. KLASIFIKASI ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Nilai Apgar

Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain : Odem Otak Pendarahan Otak Anuria atau Oliguria Hyperbilirubinemia Obstruksi usus yang fungsional Kejang sampai koma Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax (Wirjoatmodjo, 1994 : 168).

G. PROGNOSA
Asfiksia ringan / normal : Baik. Asfiksia sedang; tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik. Asfiksia berat; dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68).
Asfiksia livida lebih baik dari pallida. Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.

H. DIAGNOSIS
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:

1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 debyutan semenit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Prawirohardjo: 1991)

I. PENILAIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien dan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
1. Penafasan
2. Denyut jantung
3. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

J. ASUHAN DAN PENANGANAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
1. Melakukan perawatan pada bayi baru lahir
2. Menjaga kehangatan pada bayi dengan membalut bayi dengan kain
3. Menjaga kebersihan mulut bayi dan jalan nafas bayi
4. Melakukan resusitasi dengan alat yang dimasukan ke dalam mulut untuk mengalirkan O2, dengan tekanan 12 mmHg. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
1) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
1) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
2) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
1) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
2) Kompresi dada.
3) Pengobatan
Selain dengan resusitasi dapat juga dilakukan mouth to mouth respiration, heart massage, atau menekan dan melepaskan dada bayi.
5. Memberikan injeksi vit.K 1-2 mg jika ada dugaan perdarahan otak
6. Memberikan transfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa
7. Melakukan pengawasan terus menerus mengenai keadaan bayi selama 8 hari, jika keadaan bayi sudah membaik maka pasien dipulangkan.
 



DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
http://iraseptia.blogspot.com/2010/07/asuhan-keperawatan-asfiksia-pada-bayi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar